Tag: Sekolah

Di India, Bayar Biaya Sekolah Hanya dengan Sampah Plastik

Di India, Bayar Biaya Sekolah Hanya dengan Sampah Plastik – India memiliki inovasi yang cerdas ku-institute.id untuk mengatasi persoalan sampah plastik dan juga meningkatkan pendidikan. Di Kota Dispur, Assam, para murid dapat bersekolah secara gratis dengan menukarkan sebundel sampah plastik. Para murid mengumpulkan sampah dari rumah dan lingkungan sekitar mereka.

Proyek  ini dibuat oleh pasangan suami istri, Parmita Sarma dan Mazin Mukhtar, yang berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Di kota lain seperti Ghazipur, yang menjadi tempat pembuangan akhir, sampah sudah melebihi kapasitasnya dan mencapai ketinggian yang setara dengan Taj Mahal. Dengan inovasi seperti ini, India dapat mengurangi masalah sampah dan meningkatkan pendidikan untuk anak-anak yang kurang mampu.

Kemudian, Mukhtar memberitahu para orangtua bahwa mereka harus mengirimkan plastik sebagai biaya jika ingin anak-anak mereka belajar di sekolah secara gratis. Akibatnya, anak-anak semakin peduli terhadap sampah dan mulai mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah untuk dibawa ke sekolah.

Yang lebih penting, mereka menjadi agen perubahan bagi masyarakat yang lebih peduli terhadap sampah. Menu Bora, seorang wali murid, menceritakan kepada AFP bahwa sebelum proyek ini, dia tidak mengetahui bahaya membakar sampah. Itu adalah kebiasaannya. Namun, proyek ini berhasil mengubah kebiasaan buruk mereka dan membuat mereka sadar akan pentingnya lingkungan. Para wali murid berjanji untuk tidak membuang sampah sembarangan lagi.

Pendidikan adalah kunci untuk memperbaiki perilaku buruk masyarakat. Dengan membangun kesadaran lingkungan sejak dini, anak-anak bisa menjadi agen perubahan bagi masyarakat. Proyek yang dilakukan oleh sekolah ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan lingkungan dalam membentuk perilaku positif.

Sekolah Akshar telah melakukan langkah positif dalam mendukung lingkungan dengan mengumpulkan limbah plastik dari para murid dan mengubahnya menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Hal ini tidak hanya membantu memperbaiki kondisi lingkungan, tetapi juga mendukung pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang menyekolahkan anaknya di Sekolah Akshar.

Baca juga: Koran Kuno: Peran Tuan Tanah Cina dalam Pendidikan di Tangerang

Sebuah proyek yang patut diacungi jempol dan dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam mendukung pendidikan dan lingkungan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak termasuk sekolah, untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan menciptakan akses pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kurang mampu.

Dewi Sartika Membangun Citra Perempuan Lewat Pendidikan

Dewi Sartika Membangun Citra Perempuan Lewat Pendidikan – Kedudukan perempuan dalam sejarah terus mengalami perkembangan, namun sayangnya pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, perempuan hanya dipandang sebelah mata. Hal ini berdampak pada kemunduran kedudukan perempuan dalam masyarakat Sunda, yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama adalah feodalisme pada masa era Mataram, di mana istri hanya dianggap sebagai lambang status seorang pria, sehingga perempuan yang awalnya subjek tergeser kedudukannya sehingga menjadi objek. Kedua, masuknya ajaran Islam yang disalahartikan oleh masyarakat konservatif di Jawa, yang memandang bahwa istri hanya berlaku sebagai pelayan rumah tangga bagi suami.

Sayangnya, stigma negatif terhadap perempuan terus berlanjut, sehingga menimbulkan tradisi yang merendahkan kaum perempuan. Namun, ada seorang tokoh perempuan bernama Dewi Sartika yang berjuang untuk mengembalikan citra perempuan melalui pemikirannya. Dewi Sartika melihat betapa pentingnya pendidikan ku-institute.id bagi perempuan agar dapat bebas dari stigma dan meraih kesetaraan. Bahkan ibunya sendiri disebelahkan oleh ayahnya, yang membuat Dewi Sartika semakin bersemangat untuk berjuang.

Sejarah telah membuktikan bahwa perempuan dapat memiliki peran penting dalam masyarakat dan Dewi Sartika menjadi contoh nyata perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan gender. Oleh karena itu, kita perlu terus mengingat dan mengapresiasi peran perempuan dalam sejarah, serta memberikan pendidikan yang setara untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata bagi semua.

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, kisah Dewi Sartika patut dijadikan inspirasi. Dengan pengalamannya, ia memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan. Meskipun ia dihadang oleh pemikiran konservatif pada masanya, Dewi Sartika tetap teguh pendirian. Ia berhasil mendirikan sekolah khusus perempuan yang menjadi tonggak penting dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Kita perlu menghargai jasa-jasa Dewi Sartika dan terus memperjuangkan hak pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dewi Sartika berhasil mendirikan sekolah khusus untuk kaum perempuan pada tahun 1904, yang diresmikan oleh afdeeling Bandung, R.A.A Martanegara. Meskipun pada masa itu masyarakat belum memperhatikan pentingnya pendidikan perempuan, Dewi Sartika tetap bertekad untuk membuka sekolah khusus tersebut. Namun, pelaksanaannya dihadapi dengan tantangan karena masyarakat sekitar masih menentangnya. Oleh karena itu, Dewi Sartika menjadikan pendopo bupati sebagai tempat untuk menyelenggarakan sekolahnya dengan nama Sakola Kautamaan Istri.

Menurut Lina Zakiah dalam skripsinya yang berjudul Konsep Pendidikan Perempuan Menurut Raden Dewi Sartika, publikasi tahun 2011, Dewi Sartika sangat gigih dalam mengusung cita-cita luhurnya untuk mendidik kaum perempuan agar keluar dari belenggu stigma negatif yang melingkupinya. Hal ini membuat para perempuan di Bandung tertarik dengan sekolahnya. Kurikulum yang diterapkan mengacu pada Tweede Klasse School, rintisan menteri pendidikan Hindia-Belanda, dengan beberapa elemen tambahan yang menjadi identitas dari sekolah khusus perempuan dari kalangan bumiputera. Dewi Sartika tidak hanya menjadi kepala sekolah, tetapi juga turut menjadi guru dan seluruh aspek sekolah dilaksanakan oleh kaum perempuan.

Dengan kesungguhan Dewi Sartika dan timnya, Sakola Kautamaan Istri berhasil mendobrak stigma bahwa perempuan tidak mampu bersaing dengan kaum lelaki dalam hal pendidikan. Sekolah tersebut berhasil memberikan pendidikan yang selevel dengan sekolah dasar, yang pada saat itu merupakan hal yang sangat penting untuk masa depan perempuan. Oleh karena itu, peran Dewi Sartika dalam sejarah pendidikan perempuan di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah perkembangan perempuan di Indonesia. Salah satunya adalah Sekolah Kaoetamaan Isteri (Sakola Istri) yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tahun 1912. Kurikulum di sekolah ini melingkupi pendidikan kognitif, termasuk bahasa Belanda, dan keterampilan seperti membatik yang diajarkan oleh Mbok Suro, seorang guru Jawa. Selain itu, siswa juga belajar keterampilan rumah tangga seperti memasak, menjahit, dan mengatur rumah.

Dewi Sartika menekankan bahwa pendidikan perempuan bukan hanya soal emansipasi, tetapi juga melatih keterampilan hidup sehari-hari sebagaimana kodratnya seorang perempuan. Pelajaran tata krama juga dianggap penting sebagai salah satu identitas perempuan yang perlu dijunjung. Hal ini membedakan karakteristik perempuan Bandung dengan Eropa.

Baca juga: Kepedulian yang Mendorong Lahirnya Pendidikan Anak Usia Dini Fröbel

Pendidikan perempuan menjadi dasar yang penting di kemudian hari, sebagaimana perempuan sebagai guru kehidupan, kala membesarkan dan mendidik anak-anaknya kelak. Berkat jasa dan gagasannya, Dewi Sartika dianugerahi gelar Orde van Oranje-Nassau oleh pemerintah Hindia-Belanda pada ulang tahun ke-35 Sekolah Kaoetamaan Isteri (Sakola Istri). Kemudian, pada tanggal 1 Desember 1966, ia juga mendapat gelar penghargaan sebagai pahlawan nasional dari Presiden Ir. Soekarno.

Sejarah pendidikan perempuan di Indonesia tidak akan lengkap tanpa mengenang peran dan kontribusi Dewi Sartika. Sekolah Kaoetamaan Isteri (Sakola Istri) yang didirikannya telah memberikan kesempatan bagi perempuan untuk belajar dan mengembangkan keterampilan hidup sehingga mereka dapat menjadi sosok yang kuat dan mandiri di masa depan.”

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi – Sebagai guru, kita memiliki tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian dan pembentukan karakter siswa. Namun, terkadang tugas yang diberikan terlalu berat dan menyulitkan siswa, bahkan sampai membuat beberapa siswa jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya. Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan humanis bisa menjadi solusi yang tepat. Seperti yang dijelaskan oleh Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011), pendidikan humanis ku-institute.id bertujuan untuk memanusiakan manusia dan menjadikan manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.

Dalam pendidikan humanis, guru tidak hanya memberikan tugas, tetapi juga berusaha untuk memahami keresahan siswa. Melalui coretan atau ekspresi lainnya, siswa bisa mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Dengan memahami keresahan siswa, guru bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif untuk siswa.

Pendidikan sosial juga menjadi hal yang penting dalam pendidikan humanis. Pendidikan sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sosial siswa, seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan memahami perbedaan. Dalam lingkungan belajar yang kondusif, siswa bisa belajar lebih baik dan berkembang secara sosial.

Dalam kesimpulannya, pendidikan humanis dan sosial bisa membantu guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memanusiakan manusia. Sebagai guru, kita harus memahami keresahan siswa dan mengembangkan kemampuan sosial siswa. Dengan demikian, siswa bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Misi pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian siswa yang berkarakter merupakan fokus utama bagi sekolah. Namun, di tengah pandemi COVID-19, siswa diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang berbeda dari sebelumnya. Fenomena menarik pun muncul di mana siswa mengekspresikan keresahan mereka melalui coretan-coretan yang terlihat di dinding atau buku catatan mereka.

Sebagai sosialita digital, siswa terbiasa dengan banyak referensi konten dan kata-kata dari media sosial yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka dalam mengekspresikan perasaan mereka. Namun, di dalam coretan-coretan tersebut, terdapat sebuah pesan yang sangat penting untuk disimak oleh para guru dan tenaga pendidik.

Beberapa siswa mengeluhkan sulitnya menyesuaikan diri dengan pola kebiasaan baru di sekolah setelah berbulan-bulan melakukan pembelajaran daring (online) di rumah. Namun, ada juga siswa yang memperlihatkan masalah serius yang mereka hadapi, seperti beban tugas sekolah yang membuat mereka merasa terbebani.

Dalam konteks ini, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Tenaga pendidik harus memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan agar siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sebagai tenaga pendidik, penting bagi kita untuk memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi solusi bagi siswa dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan hidup mereka.

Penting untuk memperhatikan catatan tentang tugas sekolah. Salah satu tulisan yang bernada sarkas dengan humor, “abot uripmu, luwih abot tugasku (berat hidupmu, lebih berat tugasku)” mengandung perasaan yang dalam. Sebagai guru, memang ada kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian sekaligus penanaman nilai. Namun, tugas yang diberikan terkadang terlalu membebani dan menyulitkan siswa, bahkan ada beberapa siswa yang jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya.

Banyaknya tugas dengan batas waktu pengumpulan yang tumpang tindih dapat membuat siswa merasa kewalahan. Pendidikan humanis dapat memainkan peran penting dalam hal ini. Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, menerbitkan buku berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011). Dalam bukunya, Sulasmi menyatakan bahwa “pendidikan humanis ingin menjadikannya manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.” Oleh karena itu, pendidikan humanis bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Melalui coretan, siswa berupaya mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Dalam pendidikan humanis, sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Oleh karena itu, pendidikan sosial sangat penting dalam pendidikan humanis. Sebagai pendidik, kita harus memahami bahwa siswa bukan hanya sekadar objek pembelajaran, tetapi juga manusia yang memiliki keunikan dan kebutuhan sosial yang harus dipenuhi. Dengan memperhatikan kebutuhan sosial siswa, pendidikan humanis dapat membantu siswa merasa lebih terhubung dengan lingkungannya dan memperkuat rasa empati dan saling menghargai antarmanusia.

Baca juga: Sekolah Istana Enderun Mektebi Tersohor Sepanjang Kekaisaran Ottoman

Sebagai pendidik, guru harus selalu mengutamakan aspek humanis dalam pendidikan agar dapat menjadi pejuang kemanusiaan. Namun demikian, guru juga harus tetap mengarahkan siswa pada norma-norma kebajikan. Untuk itu, diperlukan upaya dalam penanaman nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian dan karakter yang kuat pada diri siswa.

Melalui kebijaksanaan guru, siswa dapat mencapai citanya. Dalam hal ini, guru harus dekat dengan siswa dan mendengarkan kebutuhan pembelajaran mereka. Dengan cara ini, guru dapat mengupayakan pendidikan yang dinamis dan humanis. Dalam konteks yang sama, pendidikan sosial juga harus diperhatikan oleh guru.

Dalam masa pandemi, siswa mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar. Namun, dengan pendekatan yang tepat dari guru, sekolah dapat mengembalikan motivasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan pendidikan yang berkualitas dan bermanfaat bagi siswa.