Merintis Sekolah Cabang Taman Siswa Sejarah Pejuang Pendidikan – Sebuah narasi petite histoire atau sejarah kecil seringkali menghadirkan tokoh-tokoh inspiratif yang kisahnya tidak tercatat dalam buku besar Sejarah Nasional Indonesia. Meskipun tidak terdokumentasi, banyak tokoh dalam pusaran sejarah kecil yang menyimpan nilai-nilai pembelajaran luas yang bermanfaat bagi generasi mendatang. Salah satu narasi petite histoire kali ini mengangkat kisah pejuang pendidikan yang merintis sekolah Taman Siswa di Kewedanan Tjiasem, Soebang. Tokoh inspiratif ku-institute.id ini bernama Suwarya, yang berdiri di garda depan dalam melanjutkan perjuangan Ki Hajar Dewantara.

Suwarya lahir sekitar tahun 1921 di Desa Tandjoeng Tiga, Kewedanan Tjiasem, Soebang. Ia adalah putra dari seorang landheer bernama Darya bin Walijan yang kaya raya. Status sosial dan kekayaan ayahnya mendorong Suwarya untuk menempuh pendidikan di sekolah Belanda untuk kaum bumiputera, HIS (Hollandsh-Inladsche School) di Bandung. Darya merupakan landheer terkenal karena kekayaan yang dimilikinya dan sikap kedermawanannya. Ia disegani di daerahnya sebagai seorang pribumi karena kehebatannya dalam ilmu kanuragan dan kebatinan serta kekayaannya yang luar biasa.

Berkat kekayaan ayahnya, Suwarya mampu mengenyam pendidikan di HIS. Dari HIS, motivasi Suwarya muncul untuk ambil bagian dalam sejarah pejuang pendidikan di kampung halamannya. Menempuh pendidikan tinggi menjadikan Suwarya sebagai pribumi terpandang. Namun, ia memilih terlibat dalam pusaran pendidikan bagi pribumi sebagai prinsip hidupnya, bukan menjadi pejabat Hindia Belanda.

Tekad Suwarya untuk mencerdaskan anak bangsa menguatkan langkahnya untuk terlibat dalam kongres-kongres yang diadakan oleh Taman Siswa di Yogyakarta. Sebagaimana cita-cita Taman Siswa dalam menjunjung tinggi hak kependidikan kaum bumiputra, pendirian cabang-cabang Taman Siswa diperkenankan. Lembaga ini tercatat dalam sejarah pejuang pendidikan kita sejak tahun 1930-an.

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, Suwarya adalah salah satu tokoh inspiratif yang pantas dihormati. Ia telah memberikan kontribusi besar bagi pendidikan di kampung halamannya dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.

Suwarya merupakan tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Ia menulis skripsi bertajuk Politik Pendidikan Taman Siswa (1945-1950) yang berhasil dipertahankan di Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2016. Taman Siswa merupakan organisasi pendidikan yang berkembang dengan pesat di berbagai wilayah di Hindia Belanda. Suwarya memiliki tekad yang kuat untuk meningkatkan pendidikan di kampung halamannya yang masih rendah. Ia mengambil inisiatif untuk merintis sekolah cabang Taman Siswa dan memindahkan dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara dari Yogyakarta ke Subang.

Menurut Widya Noventari dalam Prosiding Seminar Nasional UNS yang berjudul Kajian Konsep Dan Praktek Sistem Pendidikan Taman Siswa Sesuai Dengan Alam Pemikiran Ki Hajar Dewantara (2016), dasar pemikiran Taman Siswa tertulis dalam Panca Dharma. Panca Dharma berisi tentang pemikiran dasar Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari dasar kemerdekaan, kebangsaan, kemanusiaan, kebudayaan, dan kodrat alam.

Dengan kontribusinya dalam pendidikan, Suwarya menjadi salah satu tokoh yang berperan penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Ia membawa perubahan yang signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Sejarah pendidikan di Indonesia selalu dipenuhi dengan para pejuang pendidikan yang gigih dalam memperjuangkan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Salah satunya adalah Suwarya, yang bertekad untuk merintis sekolah berhaluan pemikiran ala Ki Hajar Dewantara di kampung halamannya, Kewedanan Tjiasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Dalam upayanya, Suwarya tidak sendirian. Taman Siswa pusat yang berlokasi di Yogyakarta mengirimkan utusannya bernama Slamet untuk mendampingi Suwarya dalam membangun sekolah Taman Siswa di Tandjoeng Tiga. Dukungan juga datang dari saudara-saudara Suwarya, Sumarya, Suwarja, dan Surospandi, yang membantu memproyeksikan sekolah tersebut.

Dari sebuah tanah kepemilikan pribadi yang diwakafkan, sekolah Taman Siswa mulai dibangun. Suwarja yang menjabat sebagai Kepala Desa Tandjoeng Tiga, membantu dukungan legal formalnya dalam misi melancarkan pembangunan sekolah.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, peran Suwarya dan saudara-saudaranya dalam membangun sekolah Taman Siswa di Tandjoeng Tiga merupakan jasa besar dan kelonggaran hati para pejuang pendidikan. Dalam tekadnya untuk membangun pendidikan di kampung halamannya, Suwarya dan saudara-saudaranya telah memberikan kontribusi besar untuk pendidikan di Indonesia.

Sejarah pendidikan di Indonesia mengenai Sekolah Dasar Taman Siswa dimulai pada tahun 1949 setelah kemerdekaan. Slamet, sebagai rekanan pengajar Suwarya, turut serta dalam menanamkan filosofi pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara di Taman Siswa di Yogyakarta. Pendidikan awal yang diberikan pada murid-murid di Sekolah Dasar Taman Siswa bertujuan untuk menanamkan pandangan hidup yang positif. Beberapa putra-putri dari Suwarya juga turut ambil bagian dalam kegiatan sekolah tersebut.

Ki Hajar Dewantara menekankan agar cabang-cabang Taman Siswa berkembang sesuai dengan budaya daerahnya masing-masing dan menentang pengaruh barat dalam kurikulumnya. Inilah yang membuat Sekolah Dasar Taman Siswa yang didirikan oleh Suwarya berkembang sesuai dengan budaya masyarakatnya. Berkat usahanya, pendidikan sekolah dasar di Ciasem dapat terselenggara dengan baik. Kaum bumiputera di sana mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara dalam mendidik generasi penerus bangsa.

Sekolah Dasar Taman Siswa juga turut menanamkan nilai patriotisme dan menumbuhkan identitas kebangsaan, terutama setelah kemerdekaan Indonesia. Tujuannya adalah untuk membentuk kemandirian mental bangsa setelah merdeka. Suwarya, sang pejuang pendidikan, merupakan tokoh terkemuka yang hidup dengan bijaksana dalam masyarakatnya dan dikenang oleh para murid dan keturunannya. Sejarah pendidikan di Indonesia terus berlanjut dan Sekolah Dasar Taman Siswa tetap menjadi bagian penting dalam perkembangannya.

Baca juga: Sorotan Forum B20 Indonesia Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital

Nia merenungi filosofi hidup Suwarya yang berasal dari sejarah lisan keluarganya. Dalam kisah itu, Suwarya menanam sebuah bibit pohon di kebun miliknya di usia senja. Tindakan ini dipertanyakan oleh seseorang yang meragukan manfaat dari menanam pohon pada waktu yang sudah terlambat. Namun, Suwarya menjawab dengan bijak bahwa buah dari pohon itu akan dinikmati oleh anak dan cucunya kelak.

Seperti pohon yang ditanam Suwarya, sekolah yang didirikannya menjadi bagian dari sejarah dan investasi besar bagi bangsa Indonesia. Pendidikan adalah kunci untuk mencapai cita-cita bangsa yang maju dan bercita-cita luhur. Dengan memahami sejarah dan menghargai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, generasi selanjutnya dapat membangun masa depan yang lebih baik.

Oleh karena itu, kita sebagai pendidik harus memperhatikan sejarah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Melalui pendidikan yang baik, kita dapat membantu siswa untuk memahami sejarah dan mengembangkan pemikiran kritis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan. Sebagai bangsa yang maju, kita harus berkomitmen untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi generasi muda kita, sehingga mereka dapat menjadi pemimpin masa depan yang hebat.