Tag: Pendidikan

Pendidikan Finlandia dan Ki Hadjar Dewantara Kesamaan Konsep

Pendidikan Finlandia dan Ki Hadjar Dewantara Kesamaan Konsep – Beberapa tahun yang lalu, dalam pidatonya yang berjudul “Gawat Darurat Pendidikan di Indonesia,” Anies Baswedan (ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) menggambarkan kesamaan antara konsep pendidikan ku-institute.id Finlandia dan konsep pendidikan yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara. Anies menjelaskan bahwa kesamaan pertama adalah kebijakan pemerintah Finlandia untuk melakukan standarisasi pendidikan secara proporsional.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya yang berjudul “Pusara” (1940), di mana ia menyatakan bahwa kita tidak perlu mengubahkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak dapat diseragamkan. Perbedaan bakat dan kondisi kehidupan anak-anak dan masyarakat harus menjadi perhatian kita dan harus diakomodasi dengan baik. Sejarah pendidikan juga menjadi bagian penting dalam pemahaman kita tentang perbedaan konsep pendidikan di Indonesia dan Finlandia.

Apabila merujuk pada buku Pusara (1940), terlihat kesamaan konsep pendidikan Finlandia dengan Ki Hadjar Dewantara. Pemerintah Finlandia menekankan pentingnya kesetaraan dalam pendidikan, yang sejalan dengan pernyataan Ki Hadjar Dewantara bahwa rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan berkualitas sesuai dengan kepentingan kebudayaan dan kemasyarakatan.

Dalam buku Keluarga, Ki Hadjar Dewantara juga berpendapat bahwa anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratnya yang unik, dan tidak mungkin pendidik dapat mengubah padi menjadi jagung atau sebaliknya. Konsep ini sejalan dengan pandangan pemerintah Finlandia yang menentang standarisasi kaku dan berlebihan karena dianggap sebagai musuh kreativitas. Ini menunjukkan bahwa dalam sejarah pendidikan, terdapat persamaan pemikiran antara Finlandia dan Ki Hadjar Dewantara.

Kesamaan penting diantara Mimbar Indonesia (1948) dan pendidikan di Finlandia muncul melalui pandangan Ki Hadjar Dewantara dan prinsip-prinsip Finlandia terkait bermain dalam proses pendidikan. Dalam salah satu tulisannya, Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa bermain adalah kebutuhan jiwa anak untuk kemajuan hidup secara jasmani dan rohani. Secara serupa, Finlandia juga memberikan penekanan yang kuat terhadap pentingnya bermain dalam pendidikan anak.

Baca juga: Pembuat Pesawat Anthony Fokker Andalan PD I yang Lahir di Blitar

Hal ini menunjukkan adanya kesamaan dalam konsep pendidikan antara keduanya. Menariknya, prinsip-prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang ditulis puluhan tahun lalu telah diterapkan oleh negara lain, termasuk Finlandia, dan telah berhasil meningkatkan kinerja pendidikan mereka.

Ironisnya, di Indonesia sendiri, kita semakin terasing dari pemikiran-pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Hal ini menjadi catatan penting bagaimana sejarah pendidikan kita harus diperhatikan dan dipelajari agar kita tidak terlalu jauh dari pandangan-pandangan yang telah terbukti berhasil.

Demikianlah kesamaan penting antara sejarah pendidikan Indonesia dan prinsip-prinsip pendidikan Finlandia. Hal ini menegaskan pentingnya untuk mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan yang terbukti sukses dari masa lalu, sehingga kita dapat mencapai kemajuan dalam dunia pendidikan kita sendiri.

Di India, Bayar Biaya Sekolah Hanya dengan Sampah Plastik

Di India, Bayar Biaya Sekolah Hanya dengan Sampah Plastik – India memiliki inovasi yang cerdas ku-institute.id untuk mengatasi persoalan sampah plastik dan juga meningkatkan pendidikan. Di Kota Dispur, Assam, para murid dapat bersekolah secara gratis dengan menukarkan sebundel sampah plastik. Para murid mengumpulkan sampah dari rumah dan lingkungan sekitar mereka.

Proyek  ini dibuat oleh pasangan suami istri, Parmita Sarma dan Mazin Mukhtar, yang berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Di kota lain seperti Ghazipur, yang menjadi tempat pembuangan akhir, sampah sudah melebihi kapasitasnya dan mencapai ketinggian yang setara dengan Taj Mahal. Dengan inovasi seperti ini, India dapat mengurangi masalah sampah dan meningkatkan pendidikan untuk anak-anak yang kurang mampu.

Kemudian, Mukhtar memberitahu para orangtua bahwa mereka harus mengirimkan plastik sebagai biaya jika ingin anak-anak mereka belajar di sekolah secara gratis. Akibatnya, anak-anak semakin peduli terhadap sampah dan mulai mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah untuk dibawa ke sekolah.

Yang lebih penting, mereka menjadi agen perubahan bagi masyarakat yang lebih peduli terhadap sampah. Menu Bora, seorang wali murid, menceritakan kepada AFP bahwa sebelum proyek ini, dia tidak mengetahui bahaya membakar sampah. Itu adalah kebiasaannya. Namun, proyek ini berhasil mengubah kebiasaan buruk mereka dan membuat mereka sadar akan pentingnya lingkungan. Para wali murid berjanji untuk tidak membuang sampah sembarangan lagi.

Pendidikan adalah kunci untuk memperbaiki perilaku buruk masyarakat. Dengan membangun kesadaran lingkungan sejak dini, anak-anak bisa menjadi agen perubahan bagi masyarakat. Proyek yang dilakukan oleh sekolah ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan lingkungan dalam membentuk perilaku positif.

Sekolah Akshar telah melakukan langkah positif dalam mendukung lingkungan dengan mengumpulkan limbah plastik dari para murid dan mengubahnya menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Hal ini tidak hanya membantu memperbaiki kondisi lingkungan, tetapi juga mendukung pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang menyekolahkan anaknya di Sekolah Akshar.

Baca juga: Koran Kuno: Peran Tuan Tanah Cina dalam Pendidikan di Tangerang

Sebuah proyek yang patut diacungi jempol dan dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam mendukung pendidikan dan lingkungan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak termasuk sekolah, untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan menciptakan akses pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kurang mampu.

Kegembiraan Kartini  yang Meluap Akan Pendidikan

Kegembiraan Kartini  yang Meluap Akan Pendidikan – Pendidikan merupakan hal yang sangat penting menurut R.A. Kartini, seorang tokoh sejarah Indonesia yang sangat menghargai nilai-nilai pendidikan. Menurutnya, seorang pendidik ku-institute.id memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk karakter dan jiwa seseorang. Ia bahkan menganggap bahwa menjadi seorang pendidik tanpa memiliki kemampuan yang cukup adalah tindakan yang tidak etis.

Dalam suratnya kepada R.M. Abendanon Mandri pada tanggal 21 Januari 1901, Kartini mengungkapkan rasa khawatirnya karena ia merasa tidak dapat menjalankan tugas sebagai seorang guru dengan baik. Ia merasa bahwa sebagai seorang pendidik yang baik, ia harus mampu menjalankan tugasnya dengan sempurna.

Sejarah mencatat bahwa Kartini adalah seorang tokoh yang sangat peduli terhadap pendidikan, terutama pendidikan bagi perempuan. Beliau bahkan mendirikan sekolah untuk perempuan di era dimana pendidikan untuk perempuan masih sangat minim. Dalam konteks sejarah Indonesia, Kartini merupakan sosok inspiratif yang memberikan pengaruh yang besar dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

Dalam kesimpulannya, Kartini memandang pendidikan sebagai hal yang sangat penting dan mulia. Sebagai seorang pendidik, ia menganggap bahwa kemampuan yang cukup sangat diperlukan untuk menjalankan tugas tersebut dengan baik. Sejarah mencatat bahwa Kartini adalah tokoh inspiratif yang memberikan pengaruh besar dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

Sebagai seorang pahlawan nasional, Kartini tidak hanya memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, tetapi juga menekankan pentingnya pembentukan budi pekerti. Dalam suratnya, ia merenungkan kemampuan dirinya untuk menjalankan tugas moral tersebut.

Namun, ia juga merasa senang atas pemikiran suami R.M. Abendanon dalam surat edaran tentang pengajaran untuk anak-anak perempuan bumiputera. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dan sejarah dalam pembentukan karakter bangsa. Sebagai pendidik, kita harus memperhatikan kedua aspek tersebut dengan sungguh-sungguh.

Perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan, baik untuk membawa dampak positif maupun negatif. Sejarah mencatat bahwa perempuan mampu meningkatkan moralitas manusia dan memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal tersebut juga diungkapkan oleh tokoh perempuan Indonesia, Kartini.

Baca juga: Awal Abad ke-20 Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa

Ia menyatakan bahwa pendidikan pertama kali diterima oleh manusia adalah dari perempuan. Oleh karena itu, usaha R.M. Abendanon untuk memberikan pendidikan kepada gadis-gadis Bumiputera sangatlah penting dalam sejarah pendidikan. Mari kita mengapresiasi peran perempuan dalam memberikan pendidikan dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Pendidikan memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia, terutama untuk wanita. Kartini menulis tentang kegembiraannya atas nama-nama sekolah yang akan didirikan untuk anak perempuan Bumiputera. Ia menunjukkan keberhasilan usaha R.M. Abendanon dengan menunjukkan bukti nyata dari sekolah-sekolah Bumiputera di Pati, Kudus, Jepara, dan distrik-distrik.

Dalam suratnya, Kartini juga mengungkapkan bahwa semakin banyak rakyat yang bersekolah dan ibu-ibu kini menyuruh anak perempuan mereka untuk bersekolah. Pendidikan adalah kunci untuk masa depan yang lebih cerah dan memperkuat peran wanita dalam masyarakat.

Sorotan Forum B20 Indonesia Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital

Sorotan Forum B20 Indonesia Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital – Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan terhadap sektor pendidikan dan pekerjaan. Keterbatasan ruang dan waktu belajar selama pandemi menyebabkan penurunan kemampuan belajar para siswa. Selain itu, banyak pengusaha mengalami penurunan laba akibat pembatasan sosial, dan bahkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat ketidakstabilan ekonomi di masa pagebluk ini.

Pemerintah dan sektor swasta telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan mengalihkan banyak kegiatan belajar-mengajar ke platform digital. Namun, masih banyak masalah yang perlu diatasi, seperti pemerataan pemanfaatan teknologi di antara negara maju dan berkembang, masalah ketidaksiapan infrastruktur, keterbatasan sarana prasarana belajar ku-institute.id yang berbasis teknologi digital, dan isu literasi di sektor pendidikan yang perlu dipercepat.

Kantong Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) sebagai penyelenggara Presidensi B20 Indonesia menggelar forum diskusi virtual terkait masa depan pendidikan dan pekerjaan di era digitalisasi. Forum diskusi ini bertujuan memberikan sumbangan pemikiran bagaimana membangun peta jalan dunia pendidikan dan pekerjaan di era transisi digital. Diskusi virtual ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dari berbagai institusi dan organisasi untuk ikut memberikan sumbangan pemikiran.

B20 Indonesia Future of Work and Education Task Force memiliki fokus kerja untuk memberikan rekomendasi kebijakan bagi negara-negara G20. Rekomendasi kebijakan yang diberikan bertujuan untuk mendorong kemampuan lembaga pendidikan dan sektor bisnis dalam berkolaborasi agar mampu beradaptasi dengan metode baru dunia pendidikan berbasis teknologi digital.

Pandemi COVID-19 telah mempercepat perubahan sistem pendidikan global. Namun, masih banyak masalah yang perlu diatasi untuk mendorong pemanfaatan teknologi digital secara merata di seluruh dunia. Dalam hal ini, peran pemerintah dan sektor swasta sangat penting untuk mengatasi masalah ini dan memastikan agar seluruh masyarakat dapat memperoleh manfaat dari kemajuan teknologi di sektor pendidikan dan sosial.

Ketua B20 Future of Work and Education Task Force, Hamdhani D. Salim, menekankan pentingnya teknologi sebagai penggerak ekonomi digital yang memerlukan perhatian khusus terkait dengan permasalahan pendidikan. Pendidikan merupakan pondasi utama dalam menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi era pekerjaan di masa depan. Oleh karena itu, pemerataan akses teknologi digital yang inklusif menjadi isu krusial yang harus diperhatikan oleh Presidensi B20 Indonesia. Hamdhani menambahkan bahwa saat ini tantangan terbesar adalah ketimpangan infrastruktur digital antara negara maju dan berkembang, termasuk masalah pembiayaan, kesiapan perusahaan, literasi digital, dan akses pendidikan.

Hamdhani juga menyoroti bahwa pandemi dan perubahan iklim mendorong digitalisasi semakin cepat bergulir sehingga mengarahkan dunia kerja untuk mampu dan siap menerapkan teknologi. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus secara cepat beradaptasi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam menghadapi pola dan dunia kerja masa depan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melalui penciptaan pekerjaan dan pendidikan berkelanjutan dengan membangun sistem terintegrasi yang mampu menciptakan wirausahawan, meningkatkan kapasitas UMKM, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan, terutama bidang vokasi dan pelatihan berbasis keahlian seperti pembelajaran digital untuk era pasca pandemi.

Baca juga: Pengebom Ikan Nixon Watem Guru Pendidikan Lingkungan Hidup

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang HI, Bernandino Vega Jr., juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki bonus demografi angkatan muda dan harus mampu mengoptimalkan potensi tersebut. Kita perlu mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam memanfaatkan teknologi di dunia pendidikan agar dapat sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis dan industri masa depan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94% total populasi. Sedangkan generasi milenial di Indonesia mencapai 69,38 juta jiwa atau 25,87% dari total populasi. Oleh karena itu, teknologi digital perlu dipelajari dan dimanfaatkan secara optimal oleh semua generasi, terutama generasi muda, karena tidak hanya mengubah lanskap dunia pendidikan dan pola pekerjaan, tetapi juga ekonomi secara global.

Transformasi digital juga dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang inklusif. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan pendidikan dan aspek sosial dalam menghadapi era digital ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bersaing di dunia kerja masa depan.

Gerakan Chicano 1968: Para Siswa Menuntut Kesetaraan Pendidikan

Gerakan Chicano 1968: Para Siswa Menuntut Kesetaraan Pendidikan – Pada awal bulan Maret tahun 1968, sekitar 22.000 siswa Chicano (Meksiko-Amerika) dari tujuh sekolah di Los Angeles melakukan pemogokan untuk memprotes ketidaksetaraan dalam dunia pendidikan. Hal ini tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa yang memicu gerakan hak-hak sipil Chicano.

Demonstrasi siswa ini menyoroti kondisi sekolah yang rusak, kekurangan guru, dan masih adanya guru yang kurang terlatih. Para siswa menginginkan pemerataan dan kesetaraan dalam pendidikan, seperti halnya yang layak untuk seluruh ras dan etnik. Aksi ini memperlihatkan betapa pentingnya pendidikan ku-institute.id yang berkualitas bagi perkembangan masyarakat.

Gerakan Chicanos  ini menghasilkan generasi baru aktivis, seniman, pendidik, dan pejabat terpilih, yang berjuang untuk mencapai pemerataan pendidikan di seluruh Amerika Serikat. Sejarah mencatat bahwa demonstrasi siswa Chicano pada tahun 1968 ini menjadi titik awal bagi gerakan hak-hak sipil Chicano dan memberikan dampak besar pada perubahan pandangan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan yang merata bagi seluruh kalangan.

Sejumlah siswa mengeluh bahwa pendidikan mereka lebih difokuskan pada pelatihan kejuruan dan rumah tangga, sementara kursus akademik yang dapat membantu mereka masuk ke perguruan tinggi kurang diperhatikan. Hal ini menjadi sorotan penting dalam perjuangan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Gerakan Chicanos yang menuntut inklusi bahasa, sejarah, dan budaya mereka dalam kurikulum sekolah.

Para pemimpin pemogokan yang berpartisipasi dalam Chicano Youth Leadership Conference tahun 1963 belajar tentang momen-momen penting dalam sejarah Meksiko dan Amerika Meksiko, dan membawa pengalaman mereka ke dalam kelas studi sosial. Pendidikan sejarah yang mencakup perspektif dan pengalaman beragam dapat membantu siswa memahami dunia dengan lebih baik dan mempersiapkan mereka untuk masa depan yang lebih baik.

Sebagai seorang pendidik, Castro memiliki tekad untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi para siswanya. Ia berusaha untuk mengajarkan siswa-siswinya untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah dan merasa bangga serta percaya pada diri sendiri. Castro juga memberikan gagasan kepada siswa-siswinya tentang pentingnya melanjutkan studi ke perguruan tinggi, karena menurutnya, pendidikan adalah kunci untuk meraih kesuksesan di masa depan.

Selain itu, Castro juga mengajarkan sejarah kepada siswa-siswinya, agar mereka dapat memahami perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan negara kita. Dengan demikian, siswa-siswi dapat menghargai dan mencintai tanah air serta menjadi generasi yang berwawasan luas dan berkompeten di masa depan.

Dengan semangat yang tinggi untuk mempromosikan pemberdayaan melalui pendidikan, Sal Castro mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa mereka harus menyampaikan keluhan mereka terlebih dahulu ke dewan sekolah. Namun, jika tidak ada respons, mereka harus berani turun ke jalan untuk menyuarakan keluhannya. Pada tanggal 1 Maret 1968, pemogokan tak terjadwal terjadi di Wilson High School sebelum rencana awalnya yaitu pemogokan di empat sekolah Eastside pada tanggal 6 Maret 1968.

Baca juga: Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi

Pada tanggal 5 Maret 1968, sekitar 2.000 siswa di Garfield keluar untuk mendukung gerakan pemberdayaan dan administrator sekolah memberi tahu polisi. Namun, keesokan harinya, pada tanggal 6 Maret 1968, siswa di sekolah Eastside lainnya seperti Roosevelt, Lincoln, dan Belmont, meskipun dilarang oleh administrator sekolah dengan menutup pintu dan mengunci gerbang, mereka tetap keluar untuk menyuarakan pendapat mereka.

Sejarah mencatat bahwa polisi berhelm yang tiba di sekolah menangkap siswa atau mengantar mereka ke kantor kepala sekolah. Namun, upaya Sal Castro dan rekan-rekannya berhasil mengangkat isu-isu penting dalam pendidikan dan memperkuat gerakan pemberdayaan siswa. Sekarang, kita diingatkan akan perjuangan dan pengorbanan mereka dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan dan pemberdayaan.

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi – Sebagai guru, kita memiliki tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian dan pembentukan karakter siswa. Namun, terkadang tugas yang diberikan terlalu berat dan menyulitkan siswa, bahkan sampai membuat beberapa siswa jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya. Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan humanis bisa menjadi solusi yang tepat. Seperti yang dijelaskan oleh Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011), pendidikan humanis ku-institute.id bertujuan untuk memanusiakan manusia dan menjadikan manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.

Dalam pendidikan humanis, guru tidak hanya memberikan tugas, tetapi juga berusaha untuk memahami keresahan siswa. Melalui coretan atau ekspresi lainnya, siswa bisa mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Dengan memahami keresahan siswa, guru bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif untuk siswa.

Pendidikan sosial juga menjadi hal yang penting dalam pendidikan humanis. Pendidikan sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sosial siswa, seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan memahami perbedaan. Dalam lingkungan belajar yang kondusif, siswa bisa belajar lebih baik dan berkembang secara sosial.

Dalam kesimpulannya, pendidikan humanis dan sosial bisa membantu guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memanusiakan manusia. Sebagai guru, kita harus memahami keresahan siswa dan mengembangkan kemampuan sosial siswa. Dengan demikian, siswa bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Misi pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian siswa yang berkarakter merupakan fokus utama bagi sekolah. Namun, di tengah pandemi COVID-19, siswa diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang berbeda dari sebelumnya. Fenomena menarik pun muncul di mana siswa mengekspresikan keresahan mereka melalui coretan-coretan yang terlihat di dinding atau buku catatan mereka.

Sebagai sosialita digital, siswa terbiasa dengan banyak referensi konten dan kata-kata dari media sosial yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka dalam mengekspresikan perasaan mereka. Namun, di dalam coretan-coretan tersebut, terdapat sebuah pesan yang sangat penting untuk disimak oleh para guru dan tenaga pendidik.

Beberapa siswa mengeluhkan sulitnya menyesuaikan diri dengan pola kebiasaan baru di sekolah setelah berbulan-bulan melakukan pembelajaran daring (online) di rumah. Namun, ada juga siswa yang memperlihatkan masalah serius yang mereka hadapi, seperti beban tugas sekolah yang membuat mereka merasa terbebani.

Dalam konteks ini, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Tenaga pendidik harus memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan agar siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sebagai tenaga pendidik, penting bagi kita untuk memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi solusi bagi siswa dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan hidup mereka.

Penting untuk memperhatikan catatan tentang tugas sekolah. Salah satu tulisan yang bernada sarkas dengan humor, “abot uripmu, luwih abot tugasku (berat hidupmu, lebih berat tugasku)” mengandung perasaan yang dalam. Sebagai guru, memang ada kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian sekaligus penanaman nilai. Namun, tugas yang diberikan terkadang terlalu membebani dan menyulitkan siswa, bahkan ada beberapa siswa yang jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya.

Banyaknya tugas dengan batas waktu pengumpulan yang tumpang tindih dapat membuat siswa merasa kewalahan. Pendidikan humanis dapat memainkan peran penting dalam hal ini. Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, menerbitkan buku berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011). Dalam bukunya, Sulasmi menyatakan bahwa “pendidikan humanis ingin menjadikannya manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.” Oleh karena itu, pendidikan humanis bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Melalui coretan, siswa berupaya mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Dalam pendidikan humanis, sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Oleh karena itu, pendidikan sosial sangat penting dalam pendidikan humanis. Sebagai pendidik, kita harus memahami bahwa siswa bukan hanya sekadar objek pembelajaran, tetapi juga manusia yang memiliki keunikan dan kebutuhan sosial yang harus dipenuhi. Dengan memperhatikan kebutuhan sosial siswa, pendidikan humanis dapat membantu siswa merasa lebih terhubung dengan lingkungannya dan memperkuat rasa empati dan saling menghargai antarmanusia.

Baca juga: Sekolah Istana Enderun Mektebi Tersohor Sepanjang Kekaisaran Ottoman

Sebagai pendidik, guru harus selalu mengutamakan aspek humanis dalam pendidikan agar dapat menjadi pejuang kemanusiaan. Namun demikian, guru juga harus tetap mengarahkan siswa pada norma-norma kebajikan. Untuk itu, diperlukan upaya dalam penanaman nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian dan karakter yang kuat pada diri siswa.

Melalui kebijaksanaan guru, siswa dapat mencapai citanya. Dalam hal ini, guru harus dekat dengan siswa dan mendengarkan kebutuhan pembelajaran mereka. Dengan cara ini, guru dapat mengupayakan pendidikan yang dinamis dan humanis. Dalam konteks yang sama, pendidikan sosial juga harus diperhatikan oleh guru.

Dalam masa pandemi, siswa mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar. Namun, dengan pendekatan yang tepat dari guru, sekolah dapat mengembalikan motivasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan pendidikan yang berkualitas dan bermanfaat bagi siswa.

Sejarah Yunani Kuno: Sistem Pendidikan Banyak Filsuf Dilahirkan

Sejarah Yunani Kuno: Sistem Pendidikan Banyak Filsuf Dilahirkan – Sejarah pendidikan Yunani kuno selalu menjadi topik yang menarik perhatian. Hal tersebut bukan tanpa alasan, mengingat banyaknya pemikir dan filsuf brilian yang lahir pada masa tersebut, seperti Plato, Socrates, dan Sophocles. Namun, bagaimana mereka memperoleh pendidikan yang begitu tinggi? Siapa yang mengajari mereka? Adanya kecemerlangan tersebut tentu saja tidak bisa dicapai dengan sistem pendidikan lazim pada masa itu.

Tidak ditemukan bukti yang jelas mengenai sekolah mana pun di Yunani kuno sebelum abad kelima SM. Sebagai alternatif, pendidikan pada masa itu diberikan terutama melalui tutor privat. Namun, hanya segelintir orang Yunani yang mampu memperoleh pendidikan yang baik, bahkan selama abad kelima. Oleh sebab itu, sejarah pendidikan Yunani kuno sangat menarik untuk dipelajari dan menjadi contoh bagi masa kini.

Sejarah Yunani kuno dalam hal pendidikan ku-institute.id menarik untuk dipelajari. Banyak tokoh-tokoh Yunani seperti Pluto, Socrates, dan Sophocles yang menjadi filosof dan pemikir brilian pada masanya. Namun, bagaimana cara mereka belajar dan siapa yang menjadi guru mereka? Pendidikan pada masa Yunani kuno belum terdokumentasi dengan jelas hingga abad ke-5 SM.

Diperkirakan bahwa pendidikan dilakukan melalui pengajaran privat oleh tutor, dan hanya sedikit orang Yunani yang mampu memberikan pendidikan terbaik untuk anak laki-lakinya pada abad ke-5 SM. Penduduk asli Athena mulai mendapatkan pendidikan sejak usia tujuh tahun, namun belum ada informasi pasti mengenai status guru pada masa itu. Kemungkinan besar mereka adalah budak yang tidak memiliki status tinggi. Kurikulum pendidikan mencakup belajar membaca dan menulis, pelatihan fisik, dan mempelajari beberapa alat musik.

Pada masa Yunani kuno, cara belajar menulis adalah dengan menggunakan pena yang disebut stylus pada tablet lilin. Selain itu, mempelajari dan menghafal karya-karya sastra juga menjadi bagian penting dari pendidikan di Yunani. Sejarawan dan filsuf Yunani, Xenophon, mengungkapkan dalam karyanya yang disebut Simposium bahwa ayahnya mendorongnya untuk mempelajari Iliad dan Odyssey dengan sungguh-sungguh, keduanya memiliki total 27.000 baris. Dengan demikian, sejarah pendidikan Yunani kuno menjadi kisah menarik yang patut dipelajari lebih lanjut.

Sejarah menyebutkan bahwa mempelajari cara memainkan alat musik merupakan bagian penting dari pendidikan di Yunani kuno. Kecapi atau kithara menjadi salah satu alat musik yang paling populer pada masa itu, yang serupa dengan gitar saat ini. Meskipun pendidikan pada waktu itu sangat terbatas, sistem pendidikan Athena berhasil mencetak individu brilian seperti Pluto, Socrates, Euripides, Aeschylus, dan Sophocles. Hal ini benar-benar luar biasa mengingat semua kendala yang ada. Tidak hanya mengajarkan matematika atau menggambar, melalui mempelajari alat musik, anak laki-laki diajarkan kedisiplinan dan kepekaan terhadap keindahan. Bagi kita di zaman modern, sejarah pendidikan Yunani memberikan warisan berharga yang patut disyukuri.

Dalam sejarah, terdapat sistem pendidikan yang diterapkan pada anak laki-laki di Yunani Kuno. Pada usia 16 tahun, anak laki-laki dari keluarga kaya dikirim ke pendidikan tinggi untuk mempelajari retorika dan filsafat. Mereka percaya bahwa mata pelajaran ini akan membantu mereka membuat namanya terkenal di masyarakat. Meskipun demikian, meskipun beberapa orang berpendapat bahwa kesuksesan mereka lebih karena kota tempat mereka tinggal daripada sistem pendidikan saat itu. Namun, tetap tidak dapat disangkal bahwa sistem pendidikan Yunani Kuno telah memberikan kontribusi penting dalam sejarah pendidikan.