Sejak Dini Edukasi Pelestarian Hutan Bakau Taman Pendidikan Mangrove – Dua puluh siswa kelas empat SD Labuhan dengan semangat berolahraga dan membawa tanaman khas Labuhan, Jek Lanjek, berkunjung ke kawasan penanaman bakau dan cemara laut binaan PT. PERTAMINA HULU ENERGI WEST MADURA OFFSHORE (PHE WMO) di Desa Labuhan. Kegiatan ku-institute.id pagi itu dipandu oleh guru pendamping, Kafiyati, yang tak henti tersenyum lebar pada anak-anak.

Di Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan, Sahril mengajak mereka menanam bakau sebagai bagian dari program konservasi lingkungan yang telah dirancang sejak tahun 2016 oleh Kelompok Tani Mangrove ‘Cemara Sejahtera’ dan PHE WMO. Dalam program ini, PHE WMO telah membangun berbagai fasilitas seperti aula pertemuan, toilet, perpustakaan, mushala, menara pantau, trekking area, kios pedagang, arboretum mangrove-cemara laut, kandang kambing, kawasan budidaya kepiting soka, tempat pembibitan, dan pertanian pepaya Callina.

Kegiatan konservasi lingkungan dan layanan pariwisata di Taman Pendidikan Mangrove Desa Labuhan tetap berjalan dengan dukungan PHE WMO. Inilah contoh pendidikan lingkungan yang berdampak positif bagi masyarakat sekitar. Amarullah, sebagai Senior Officer Eksternal dan Pengembangan Masyarakat Lapangan di Gresik, turun ke lapangan bersama rekan-rekannya untuk melaporkan bahwa warga komunitas bakau Labuhan terus berproses dalam upaya penyelamatan kawasan pantai utara Labuhan. Menurutnya, sejak 2016, warga dan PHE terus berproses dalam pemahaman soal pelestarian lingkungan dan kualitas hidup mereka.

Dalam interaksi yang sering dilakukan dengan warga, Amar dan beberapa rekannya telah menjadi sosok yang dikenal oleh beberapa warga. Penanaman bakau di Labuhan telah memberikan dampak positif pada peningkatan pembibitan oleh warga setempat dan PHE WMO. Bahkan, PHE WMO Gresik memiliki program bernama Mangrove in Office (MIO) yang dikembangkan sejak tahun 2013. Program ini berfungsi sebagai kampanye pembibitan bakau di area perkantoran dengan perawatan air payau atau air tawar, pupuk cair, dan mudah dikembangkan untuk kemudian bisa dikembalikan ke habitat aslinya.

PHE WMO bahkan telah mengajukan paten MIO jenis Bruguiera gymnorrhiza (putut) pada tahun 2016 dan berhasil mendapat paten pada tahun 2017 dengan nomor hak paten P 00 2016 07760. Selain itu, anak-anak kelas empat SD Labuhan juga terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan dengan kegiatan yang ceria dan mendidik.

Dengan adanya program pembibitan bakau dan kegiatan pendidikan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat dan pihak terkait, harapan untuk melestarikan lingkungan di Labuhan semakin besar. Semua pihak terus berproses dan memikirkan dampak dari setiap tindakan mereka terhadap lingkungan dan kualitas hidup warga setempat.

Seorang pria lahir pada tahun 1971 terlihat berdiri di dalam lingkaran dengan senyuman yang terlihat ceria. Dia memberikan arahan pada anak-anak untuk memperhatikan cara menanam bibit bakau. Kegembiraan terus berlanjut ketika Sahril mengajak anak-anak meniti pelantar kayu yang dibangun di kawasan TPM Labuhan.

Setelah bercengkerama sejenak, mereka kembali berlarian menuju tempat penanaman bakau. Dalam pengawasan Sahril, mereka mulai menancapkan bibit yang mereka pegang. Sahril mengungkapkan bahwa mereka biasanya rutin mengunjungi kawasan TPM. “Setiap Jumat pagi, anak-anak sekalian berolahraga di sana. Kadang-kadang, satu sekolah kami mengunjungi TPM,” ujar Kafiyati yang mengaku kini sangat jarang mengunjungi pantai timur Labuhan.

“Sekarang lebih dekat ke pantai barat, anak-anak bisa bermain dan ikut menanam mangrove juga di sana. Bahkan hampir setiap pagi kami berolahraga di sana,” tambah Kafiyati. Setelah menanam bakau, anak-anak kembali ke sekolah karena waktu olahraga sudah selesai. Kami melanjutkan perjalanan bersama Pak Sahril. Ia membawa kami mengenal aneka jenis bakau yang mereka tanam di kawasan pantai timur Labuhan.

Meski hanya sebentar, kami dapat memastikan bahwa Pak Sahril menguasai nama-nama latin bakau Labuhan seperti Ceriops tagal, Ceriops decandra, Burguiera gymnorrhiza, Burguiera cylindrica, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Rhizopora, dan Pemphis acidula. Ia juga menyebutkan bahwa jenis terbanyak yang ditanam di area TPM Labuhan adalah jenis Rhizopora spp dan Avicennia spp. Melalui kegiatan seperti ini, dapat diperoleh manfaat pendidikan dan lingkungan yang positif bagi anak-anak dan lingkungan sekitarnya.

Sahril, seorang warga setempat, menjelaskan pentingnya kawasan mangrove atau bakau di Labuhan. Selain dapat menahan abrasi, pohon bakau juga berfungsi sebagai pemecah ombak, bahkan untuk ombak yang sangat tinggi. Warga juga memanfaatkan mangrove untuk pakan ternak dan tanaman obat.

PHE WMO pun aktif dalam memanfaatkan kawasan ini dengan program penelitian burung migran. Terdeteksinya burung-burung pantai di Labuhan menjadi salah satu bioindikator keberadaan lahan basah di pesisir pantai. Selain itu, PHE WMO juga mengadakan kegiatan pendidikan dalam rangka World Migratory Bird Day pada tahun 2016. Semua upaya ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keberadaan lingkungan dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi alam.

Setelah menikmati indahnya burung dan area mangrove dari ketinggian, kami mengikuti Pak Sahril menuju pantai pasir putih di Labuhan. Kami menuju ke pantai barat yang memiliki pemandangan hijau yang menakjubkan. Di sini, ikan, kepiting, dan lobster tersedia sebagai hasil tangkapan warga. Jika pantai barat dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, maka tetua akan mengizinkan daerah ini dibuka untuk pengunjung. BUMDES akan mengelolanya seperti pantai timur, sehingga semua warga dapat terlibat dan sejahtera..

Baca juga: Berencana Aceh dan Pemkab Blora Mengembangkan Makam Pocut Meurah Intan

Kami menikmati berjalan-jalan di pantai pasir putih dan perairan yang sejuk. Kami menuju ke pantai barat Labuhan, tempat PHE MWO dan komunitas Payung Kuning akan menggiatkan konservasi bakau dan terumbu karang. Kami melewati lanskap alam dan lanskap budaya yang sangat kaya di Labuhan. Kami melihat rumah kuno yang sering disebut Bheley yang memiliki gebyok kayu berukir akulturasi Tiongkok Madura gaya Majapahitan. Kami juga dapat menemukan tempat pembuatan kapal bercadik ala Labuhan yang dikenal dengan Jung Julung, terbuat dari kayu utuh dipasang cadik.

Kami juga merasa senang dengan ramahnya warga Labuhan saat kami bertegur sapa. Labuhan adalah sebuah daerah konservasi bakau dan memiliki kekayaan budaya yang patut dilestarikan untuk keberlanjutan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Pendidikan dan lingkungan merupakan dua hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan tersebut. Mari kita jaga dan lestarikan keindahan alam dan budaya di Labuhan untuk generasi masa depan.