Awal Abad ke-20 Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa – Perempuan Indonesia memang terkenal dengan tabiatnya yang halus dan sopan, yang tak lepas dari pendidikan yang mereka terima. Sejarah mencatat bahwa pendidikan anak perempuan di Indonesia telah digagas sejak zaman kolonial Belanda, dan salah satu institusi pendidikan yang terkenal adalah Taman Siswa. Sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara ini memiliki peran penting dalam membentuk generasi penerus bangsa, terutama bagi anak perempuan.

Dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak-Anak, Ni Soelasmi menjelaskan bahwa anak perempuan belajar dari laki-laki untuk dapat hidup berani dan bersahaja. Oleh karena itu, pendidikan ku-institute.id bagi anak perempuan sangat penting untuk membentuk karakter yang ideal, terutama dalam peran mereka sebagai ibu kelak. Taman Siswa memiliki peran penting sebagai pondasi bagi lahirnya pendidikan pribumi, dan tak hanya menerapkan pola pembelajaran modern pada umumnya, tapi juga mengajarkan pendidikan bagi anak-anak perempuan.

Di era 1890-an, Taman Siswa menjadi keluarga bagi anak-anak yang belajar di sana. Mereka dibimbing dan dipersiapkan mentalnya untuk membentuk figur wanita yang ideal, sebagai kodratnya dan pondasi utama kelak saat menjadi seorang ibu. Sejarah mencatat bahwa pendidikan anak perempuan di Indonesia telah membawa dampak positif bagi masyarakat.

Pendidikan perempuan memiliki arti yang cukup penting dalam sejarah Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara, pendiri dari sekolah tersebut, telah memikirkan konsep yang tepat dalam mendidik anak perempuan, yang berlandaskan pada kodratnya sebagai wadah bagi keturunan dan pembentuk karakter anak-anaknya kelak. Dalam risetnya berjudul Konsep Pendidikan Perempuan di Taman Siswa, Yuliati menjelaskan tentang pengajaran khusus bagi anak perempuan di sekolah tersebut. Taman Siswa tidak hanya menggandeng cara-cara modern Eropa namun juga tidak terikat pada pendidikan konservatif, hanya mengaitkan pada kecocokan bagi kodrat perempuan.

Perempuan memiliki perbedaan dengan laki-laki, mereka lebih peka terhadap rasa, kehalusan budi, cinta kasih, serta perbedaan tingkah laku, rasa malu dan sikap susilanya. Inilah yang menjadi dasar pengambilan sikap Taman Siswa dalam mendidik anak perempuan. Ki Hajar Dewantara menanamkan pribadi yang mulia bagi perempuan, melalui penanaman nilai moral, begitu juga dengan sikap perempuan dalam bekerja. Sejarah Taman Siswa menjadi bukti nyata bahwa pendidikan perempuan adalah hal yang penting dan harus diperhatikan dengan serius.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Yuliati, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa perempuan Indonesia seharusnya memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kodratnya, seperti menjadi bidan atau pengasuh anak, karena rasa cinta kasih yang dimilikinya. Berbeda dengan Eropa, di mana perempuan dianggap sebagai medan magnet dalam ranah bisnis dan terkadang mengalami perlakuan yang diluar batas wajar dari konsumen. Namun, Ki Hajar Dewantara memandang perempuan sebagai seorang pendidik yang memiliki peran penting dalam membentuk moral dan tabiat halus pada keturunannya.

Konsep ini juga diterapkan dalam pendidikan yang diajarkan di Taman Siswa, di mana moralitas dan kesopanan sangat dijunjung tinggi. Di Jawa, seorang ibu dituntut untuk memiliki tabiat yang lembut dan penuh kasih, yang menjadi dasar dalam materi pendidikan perempuan. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang baik dan bermutu akan membantu perempuan Indonesia untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih baik di masa depan.

Taman Siswa, sebuah institusi pendidikan yang terkenal di Indonesia, tidak hanya memberikan pelajaran akademis bagi siswa-siswa yang belajar di sana, namun juga mengajarkan sebuah konsep pendidikan yang bernama Ko-Edukasi. Konsep ini menggabungkan siswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelas, dengan tujuan untuk saling belajar dari perbedaan sikap dan tingkah laku, baik secara lahir maupun batin.

Pembelajaran gender ini juga diatur oleh sekolah dengan batasan-batasan yang telah ditetapkan, sehingga anak-anak perempuan dapat belajar untuk menjaga diri dan mawas diri dengan membatasi pergaulannya dengan siswa laki-laki.

Konsep Ko-Edukasi yang diterapkan oleh Taman Siswa sebenarnya telah melekat pada sikap dan tindakan perempuan-perempuan Jawa di tahun 1890 hingga awal 1900-an. Hal ini kemudian berkembang dan menjadi identitas bagi perempuan-perempuan Indonesia hingga saat ini.

Baca juga: Abad Ke-16 Menyingkap Sejarah Sekolah Modern Pertama di Maluku

Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa institusi pendidikan seperti Taman Siswa telah memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, khususnya dalam hal menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan berkesetaraan gender.

Sebagai sebuah institusi pendidikan yang memiliki sejarah panjang, Taman Siswa telah berhasil membentuk karakter siswa-siswa Indonesia yang terampil.