Category: Sosial

Masih Menjadi Bagian Kelam Isu Kekerasan di Perguruan Tinggi

Masih Menjadi Bagian Kelam Isu Kekerasan di Perguruan Tinggi – Isu kekerasan di kampus masih menjadi masalah yang serius dalam dunia pendidikan. Baru-baru ini, salah satu anggota resimen mahasiswa di Universitas Sebelas Maret Surakarta menjadi korban dari tindakan kekerasan di dalam kampus. Namun, bukan hanya masalah di perguruan tinggi saja, tetapi juga bullying dan kekerasan di tempat lain yang masih menjadi tugas penting bagi pendidikan nasional ku-institute.id untuk diatasi. Tewasnya mahasiswa UNS menambah catatan kelam dalam dunia pendidikan, yang masih menjadi sisi gelap yang belum teratasi.

Agus Fakhruddin, seorang dosen di Universitas Pendidikan Indonesia, mengembangkan bahan ajar yang berjudul OSPEK Undercover (Sebuah Analisis Kritis Akan Suatu Penyimpangan) yang membahas isu kekerasan di kampus. Kisah-kisah tragis yang terjadi di perguruan tinggi menjadi bagian dari kelamnya dunia pendidikan. Sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial, semua pihak harus bekerja sama untuk mencegah dan mengatasi kekerasan di kampus. Dengan cara seperti itu, pendidikan nasional dapat menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi para mahasiswa untuk belajar dan berkembang secara optimal.

Hingga tahun 2003, masalah kekerasan di STPDN masih terus berlangsung. Menurut laporan, Madya Praja Wahyu Hidayat dari Kontingen Jawa Barat meninggal dunia di tengah perjalanan ke rumah sakit karena diduga mengalami penganiayaan. Ada pula kasus penggunaan narkoba oleh Madya Praja Irfan Hibo yang disebabkan oleh rasa depresi dan frustrasi akibat perundungan yang dialaminya. Ia akhirnya ditemukan tewas karena overdosis obat-obatan terlarang. Banyak kasus kekerasan yang terjadi selama kegiatan OSPEK, yang seharusnya menjadi momen untuk memperkenalkan kampus kepada mahasiswa baru.

Masalah kekerasan di dunia kampus juga dibahas oleh Heharero Tesar Ashidiq dalam publikasinya yang berjudul “Kekerasan di Organisasi Intra Kampus, Paradoks Pendidikan Kritis Studi Kasus: Kekerasan Pada Mahasiswa Pecinta Alam (WAPEALA) Universitas Diponegoro” yang diterbitkan pada tahun 2019. Sebagai lembaga pendidikan, STPDN perlu memperhatikan aspek sosial yang meliputi lingkungan kampus yang aman dan kondusif bagi para mahasiswa. Pembinaan dan pengawasan yang tepat terhadap kegiatan OSPEK serta organisasi intra kampus juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan di kampus. Sebagai institusi pendidikan, STPDN harus memberikan contoh dan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial yang diharapkan oleh masyarakat.

“Dalam kegiatan Wapeala, pendidikan fisik dan mental yang kuat selalu menjadi fokus utama,” demikian dikatakan. Namun, seringkali terjadi miskonsepsi yang berujung pada tindakan kekerasan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sosial dalam kegiatan Wapeala perlu diperkuat agar anggotanya memahami bahwa kekerasan tidaklah menjadi solusi yang tepat dalam mencapai tujuan latihan yang diinginkan. Sebagai organisasi yang profesional, pendekatan yang lebih humanis dan etis perlu diterapkan dalam setiap latihan Wapeala. Dengan begitu, anggota dapat memahami bahwa latihan fisik dan mental dapat dicapai dengan cara yang aman dan tepat, tanpa harus melakukan tindakan kekerasan yang dapat berujung fatal.

Dalam pemikiran filosofis Hannah Arendt, kekerasan yang sudah menjadi budaya umum disebut sebagai banalitas kekerasan. Hal ini diungkapkan oleh Ashidiq bahwa kekerasan sudah tidak lagi dianggap sebagai hal yang tabu atau menyimpang. Namun, latihan yang keras dapat memicu dampak negatif, bahkan berujung pada kematian, meskipun tidak banyak diliput publik. Sebagai solusi, pendidikan dan ilmu pengetahuan diharapkan dapat menciptakan manusia yang beradab dan humanis. Hal ini disampaikan oleh Mangunhardjana dalam kutipan Haryanto, bahwa pendidikan mengajarkan cara hidup yang beradab dan humanis untuk membentuk masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu, peran pendidikan dan sosial sangat penting dalam menciptakan manusia yang beradab dan menghindarkan budaya kekerasan yang semakin merajalela di masyarakat.

Baca juga: Dewi Sartika Membangun Citra Perempuan Lewat Pendidikan

“Pendidikan yang berfokus pada aspek sosial dapat membawa manusia menuju tujuan untuk memanusiakan diri sendiri,” kata Haryanto Al-Fandi dalam bukunya berjudul Desain Pembelajaran Yang Demokratis & Humanis yang diterbitkan pada tahun 2011. Pendidikan yang humanis dan bermoral menjadi solusi terbaik untuk diimplementasikan dalam kehidupan para mahasiswa di dunia kampus. “Dengan mempertimbangkan aspek sosial dalam pendidikan, akan tercipta kesadaran perikemanusiaan yang mendorong pergaulan hidup yang lebih baik,” jelasnya. “Selain itu, pendidikan yang berfokus pada aspek moral akan membentuk karakter seseorang untuk berperilaku kebajikan.” Dengan demikian, kesadaran diri akan tumbuh dan budaya kekerasan dapat dihilangkan secara bertahap. Pendekatan profesional dalam pendidikan sangat penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Jadi Alat Pendidikan di Zaman Dulu Sejarah Permainan Monopoli

Jadi Alat Pendidikan di Zaman Dulu Sejarah Permainan Monopoli – Monopoli merupakan permainan yang populer di kalangan semua orang. Namun, seberapa banyak pengetahuan Anda mengenai sejarah dan asal usul permainan ini? Sebenarnya, Monopoli awalnya dikenal sebagai The Landlord’s Game dan diciptakan pada tahun 1903 oleh Lizzie Magie, yang pada saat itu merupakan seorang anti-monopoli. Tujuan awal permainan ini adalah untuk menggambarkan teori pajak tunggal yang diterapkan oleh Henry George dan untuk memberikan pendidikan sosial tentang dampak negatif pemusatan lahan dalam monopoli swasta.

Pada tahun 1935, nama Monopoli ku-institute.id dipatenkan oleh Charles Darrow. Namun, ada dugaan bahwa Darrow mencuri ide dari Magie dan kemudian menamainya, membuat beberapa perubahan, dan mengeklaim sebagai miliknya sebelum menjualnya ke Parker Brothers.

Meskipun demikian, hal yang pasti adalah sejarah permainan Monopoli cukup menarik. Permainan ini bisa menjadi alat pendidikan sosial yang efektif dalam memberikan pemahaman tentang masalah ekonomi seperti monopoli dan dampaknya pada masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang sejarah Monopoli dan memberikan pendidikan sosial yang berguna, maka penting untuk memperluas pengetahuan mengenai permainan ini. Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan permainan ini untuk memberikan dampak positif pada masyarakat.

Ketika Lizzie Magie memperkenalkan permainannya, ia mungkin tidak pernah membayangkan bahwa konsepnya akan dicuri dan dipatenkan oleh orang lain. Pada awal 1900-an, permainan yang fokus pada pembelian tanah dan pengembangan properti mulai muncul dan mirip dengan permainan yang ia ciptakan. Hal ini terus terjadi hingga 1930-an. Meskipun permainannya telah menginspirasi banyak orang, Magie tidak mendapatkan pengakuan yang sepatutnya.

Namun, kisah ini juga menunjukkan pentingnya pendidikan sosial dalam masyarakat. Magie menciptakan permainannya sebagai alat untuk mengajarkan tentang prinsip-prinsip ekonomi dan keadilan sosial. Namun, ia tidak dapat mengontrol bagaimana permainannya akan diterima dan dimanfaatkan oleh orang lain. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan bagaimana pendidikan sosial berperan dalam membentuk pemikiran dan tindakan kita di masyarakat.

Dalam hal ini, penyebaran permainan Monopoli oleh Charles Darrow menunjukkan bahwa pendidikan sosial dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan profit. Meskipun aturan dan merek dagangnya berbeda, permainannya mirip dengan The Landlord’s Game yang dicetuskan oleh Magie.

Oleh karena itu, kita perlu membahas bagaimana pendidikan sosial dapat diterapkan secara efektif dalam masyarakat agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Sebagai masyarakat yang berkembang, kita harus memperhatikan pentingnya pendidikan sosial dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya untuk mencapai tujuan yang lebih baik dan keadilan yang lebih besar.

Baca juga: Saksi Seabad Perjalanan Pendidikan Finlandia Generasi Vesala

Darrow menjual hak cipta permainan Monopoli kepada Parker Brothers, yang kemudian secara efektif mengelola dan memproduksi game tersebut. Selama bertahun-tahun, Monopoli terus tumbuh dan menjadi semakin populer, bahkan di luar Amerika Serikat. Permainan ini telah menjadi bagian penting dari sejarah permainan papan, dan masih menjadi favorit hingga saat ini.

Namun, Monopoli juga memiliki nilai pendidikan dan sosial yang penting. Permainan ini mengajarkan konsep-konsep ekonomi dasar seperti investasi dan manajemen keuangan, serta mengembangkan keterampilan strategis dan kreatif. Selain itu, Monopoli juga dapat membantu membangun koneksi sosial dan kerjasama dalam kelompok.

Dalam 20 tahun ke depan, Monopoli mungkin akan terus tumbuh dan berkembang dalam hal pendidikan dan nilai sosial, dengan lebih banyak orang memahami pentingnya keterampilan dan konsep-konsep yang diajarkan dalam permainan tersebut. Sebagai game klasik, Monopoli akan terus menjadi sumber hiburan dan pembelajaran bagi generasi yang akan datang.

Saksi Seabad Perjalanan Pendidikan Finlandia Generasi Vesala

Saksi Seabad Perjalanan Pendidikan Finlandia Generasi Vesala – Pada dekade 1920-an, Finlandia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara miskin dengan sektor pertanian yang mendominasi. Namun, sejak saat itu sejarah pendidikan di Finlandia dimulai. Taito Vesala, yang merupakan anggota pertama dari keluarganya yang menerima pendidikan formal, membuka jalan untuk generasi-generasi selanjutnya. Salah satunya adalah cucunya, Tatu Vesala, yang sekarang berusia 10 tahun dan memiliki cita-cita menjadi aktor.

Selama hampir satu abad, Finlandia telah berhasil memperbaiki sistem pendidikannya ku-institute.id secara berkelanjutan. Setiap generasi menerima pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini terbukti dari prestasi Finlandia dalam Program for International Student Assessment (PISA), di mana keterampilan siswa Finlandia selalu menempati peringkat teratas di dunia.

Sistem pendidikan di Finlandia juga memiliki tujuan sosial. Undang-undang wajib belajar pada tahun 1921 bertujuan untuk memastikan bahwa semua anak dapat mempelajari silabus dasar. Seiring dengan waktu, sistem sekolah di Finlandia terus direformasi hingga saat ini. Reformasi terakhir dilakukan pada tahun 1970-an, mengubah sistem sekolah dasar menjadi sekolah komprehensif sembilan tahun.

Dalam sejarah pendidikan Finlandia, terdapat peran penting dari generasi Taito. Meskipun tidak dapat memperoleh pendidikan yang sama dengan generasi cucunya, Taito berhasil membuka jalan untuk pendidikan yang lebih baik bagi keluarganya dan generasi-generasi selanjutnya. Dengan adanya pendidikan yang lebih baik, generasi berikutnya akan memiliki kesempatan yang lebih baik dalam mencapai cita-citanya dan meningkatkan sosial ekonomi mereka.

Pendidikan dan sosial merupakan dua aspek yang saling terkait dalam meningkatkan kualitas sistem pendidikan suatu negara. Finlandia menjadi salah satu contoh negara yang menerapkan reformasi sekolah yang komprehensif dengan baik, di mana makan siang di sekolah menjadi salah satu resep suksesnya.

Pada tahun 1948, undang-undang tentang pemberian makanan di sekolah diberlakukan di negara tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah Finlandia dalam memperbaiki aspek sosial melalui pendidikan.

Selain itu, pemberian makan siang gratis di sekolah pada setiap hari sekolah juga membantu mengatasi masalah ketidakmampuan beberapa keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak mereka.

Oleh karena itu, implementasi reformasi sekolah yang komprehensif dan pembentukan kebijakan yang mendukung aspek sosial seperti pemberian makan siang di sekolah dapat menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan memperbaiki kondisi sosial di suatu negara.

Pada suatu waktu, Jarmo menceritakan kepada This is Finland bahwa di rumahnya ia diajarkan untuk menghabiskan semua makanan di piringnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dimulai dari hal-hal sederhana seperti adab makan. Jari Vesala juga mengungkapkan bahwa siswa senang sekolah karena disediakan crosserol ham dan kentang yang lezat.

Namun, motivasi untuk belajar juga penting dalam pendidikan. Saat ini, pendidikan berbasis fenomena diperkenalkan di sekolah Tatu Vesala yang telah memperluas pembelajaran di berbagai mata pelajaran dengan pendekatan kontekstual.

Sistem pendidikan berbasis fenomena memungkinkan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung di lapangan. Selain itu, sekolah Tatu juga memanfaatkan teknologi untuk digitalisasi pembelajaran. Dalam hal ini, pendidikan tidak hanya tentang akademik, tetapi juga aspek sosial yang dapat memengaruhi perkembangan pribadi siswa di masa depan.

Di era sekarang, ruang kelas tidak lagi terikat oleh aturan konvensional yang mengatur tempat duduk siswa dan meja guru. Hal ini terbukti dari pengalaman di Finlandia, yang telah mengubah tata letak ruang kelas mereka agar lebih adaptif dengan teknologi modern.

Menurut This is Finland, ruang kelas di sana telah diubah menjadi ruang terbuka yang fleksibel. Meja guru tidak lagi ditempatkan di tengah-tengah antara murid dan papan tulis. Sebaliknya, guru tidak lagi mengajar dari podium karena sudah menggunakan teknologi komputer nirkabel dan digitalisasi.

Di ruang kelas Tatu, tidak lagi terdapat papan tulis atau kapur. Namun, di sana terdapat kamera digital yang memudahkan guru untuk memajang materi di papan pintar. Selain itu, guru juga dapat menampilkan video dari komputer mereka. Tidak hanya itu, siswa juga bisa menggunakan tablet atau komputer untuk keperluan belajar mereka.

Pendidikan dan teknologi yang terus berkembang memungkinkan siswa dan guru untuk belajar dan mengajar dengan cara yang lebih dinamis dan efektif. Keterampilan pencarian informasi pun semakin penting dan dipraktikkan sehubungan dengan presentasi. Presentasi sering diberikan siswa secara berpasangan atau sebagai kelompok, sehingga membangun keterampilan sosial mereka.

Dalam dunia pendidikan, suasana yang dinamis dan adaptif membantu menciptakan lingkungan yang lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu, setiap ruang kelas harus terus berubah dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan pendidikan.

Baca juga: Memiliki Mutu Pendidikan Terbaik Reformasi Pendidikan Finlandia

Pendidikan di Finlandia terus mengalami kemajuan yang signifikan dalam hal teknologi dan sistem modern. Hal ini tidak hanya memudahkan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga meningkatkan kemampuan kognisi serta gaya berpikir kritis mereka.

Beberapa buku teks kini sudah tersedia secara elektronik, bahkan siswa seperti Tatu Vesala sudah diberikan tablet di sekolah. Kemajuan ini juga menunjang aspek sosial siswa dalam memperoleh pendidikan yang terkemuka di dunia.

Menurut Taito, anak muda zaman sekarang benar-benar luar biasa. Hal ini membuktikan bahwa dinamika pendidikan Finlandia terus berkembang dari masa ke masa. Oleh karena itu, Finlandia menjadi negara dengan pendidikan paling terkemuka di dunia.

Memiliki Mutu Pendidikan Terbaik Reformasi Pendidikan Finlandia

Memiliki Mutu Pendidikan Terbaik Reformasi Pendidikan Finlandia – Sebelum Perang Dunia Kedua, mayoritas masyarakat Finlandia hidup sebagai petani di pedesaan.

Namun, setelah perang, terjadi perubahan signifikan pada ekonomi dan populasi negara tersebut. Industri pengolahan kayu yang dulunya mendominasi perekonomian, segera digantikan oleh industri logam sebagai sektor perekonomian yang dominan.

Pertumbuhan populasi dan perekonomian yang lebih kuat meningkatkan tuntutan akan pendidikan ku-institute.id berkualitas tinggi yang dapat diakses oleh semua anak, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi mereka.

Pada tahun 1968, parlemen Finlandia merancang undang-undang untuk mereformasi sistem pendidikan. Sekolah komprehensif gratis diperkenalkan untuk anak-anak berusia antara tujuh hingga enam belas tahun, menggantikan sistem dua tingkat sekolah.

Sistem pendidikan baru ini memungkinkan akses pendidikan yang sama untuk semua anak, terlepas dari latar belakang mereka. Meskipun awalnya dikendalikan secara terpusat, kemudian kewenangan diserahkan kepada kotamadya dan guru setempat.

Dalam era modern, pendidikan menjadi faktor penting dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Finlandia telah membuktikan bahwa sistem pendidikan yang merata dan berkualitas adalah kunci untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada kesetaraan, setiap individu dapat memiliki kesempatan untuk meraih keberhasilan, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi mereka.

Dekade setelah Perang Dunia Kedua berakhir, Parlemen Finlandia membentuk tiga komisi reformasi berturut-turut dalam upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan sosisal.

Komisi pertama pada tahun 1945 mempertimbangkan kurikulum sekolah dasar dan menawarkan visi yang lebih humanistik dan berfokus pada anak. Selanjutnya, pada tahun 1950-an, gagasan sekolah komprehensif mulai terwujud dan komisi merekomendasikan bahwa wajib belajar di Finlandia harus diadakan di sekolah komprehensif sembilan tahun yang dikelola oleh pemerintah kota.

Pada tahun 1963, setelah proses yang panjang melalui kerja komite, eksperimen, program percontohan, masukan dari serikat guru sekolah dasar, dukungan politik yang luas, dan konsensus,

Parlemen akhirnya memutuskan untuk mereformasi sistem pendidikan secara resmi. Undang-undang sekolah komprehensif diperkenalkan pada tahun 1968 dan diterapkan secara bertahap dimulai dari Finlandia utara pada tahun 1972, yang dianggap paling membutuhkan reformasi, hingga mencapai seluruh pelosok negeri pada tahun 1977.

Dengan sistem pendidikan yang baru, Finlandia berhasil mencapai kesetaraan pendidikan yang lebih baik dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Selain itu, sistem pendidikan Finlandia juga menyediakan lingkungan sosial yang mendukung dan inklusif untuk siswa-siswa mereka. Reformasi sistem pendidikan di Finlandia telah menjadi contoh bagi negara-negara lain di seluruh dunia.

Miksa Risku telah menerbitkan sebuah artikel dalam Italian Journal of Sociology of Education yang berjudul “A historical insight on Finnish education policy from 1944 to 2011”. Artikel tersebut diterbitkan pada tahun 2014 dan memberikan wawasan historis tentang kebijakan pendidikan Finlandia dari tahun 1944 hingga 2011.

Dalam artikelnya, Risku mengungkapkan bahwa pada awal penerapan sistem baru, pemerintah Finlandia memiliki kontrol ketat atas sebagian besar aspek sistem baru, termasuk kurikulum, inspeksi eksternal, dan peraturan umum, yang memberi mereka pegangan kuat pada sekolah dan guru.

Artikel ini memberikan wawasan penting tentang sejarah pendidikan Finlandia dan dapat membantu kita memahami bagaimana kebijakan sosial dapat memengaruhi sistem pendidikan suatu negara.

Keberhasilan reformasi pendidikan yang komprehensif dapat dilihat dari kinerja siswa yang sangat baik dan hasil pendidikan nasional yang meningkat. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk fokus pada penyediaan akses yang sama bagi semua orang terhadap pendidikan berkualitas.

Selain itu, peran penting pemerintah daerah dan guru dalam merancang dan menerapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa, berjalan secara sinergis. Dalam konteks sosial, pendidikan yang berkualitas dapat menjadi faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial. Oleh karena itu, terus meningkatkan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab kita bersama demi masa depan yang lebih baik.

Baca juga: Merintis Sekolah Cabang Taman Siswa Sejarah Pejuang Pendidikan

Menurut Risku, pelaksanaan reformasi sekolah yang komprehensif telah berhasil meningkatkan prestasi siswa di sekolah secara signifikan. Meskipun terdapat faktor-faktor lain yang turut berperan dalam keberhasilan tersebut, seperti pembangunan kesejahteraan negara yang lebih luas, namun reformasi sekolah dianggap menjadi salah satu faktor penting dalam perbaikan mutu pendidikan.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang berkualitas dan sistem sosisal yang inklusif dan adil dapat menciptakan dampak positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Sebagai seorang profesional, kita harus terus mendukung dan memperjuangkan perbaikan mutu pendidikan serta sistem sosisal yang lebih baik untuk kepentingan masyarakat.

Sorotan Forum B20 Indonesia Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital

Sorotan Forum B20 Indonesia Pendidikan dan Pekerjaan Era Digital – Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan terhadap sektor pendidikan dan pekerjaan. Keterbatasan ruang dan waktu belajar selama pandemi menyebabkan penurunan kemampuan belajar para siswa. Selain itu, banyak pengusaha mengalami penurunan laba akibat pembatasan sosial, dan bahkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya akibat ketidakstabilan ekonomi di masa pagebluk ini.

Pemerintah dan sektor swasta telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan mengalihkan banyak kegiatan belajar-mengajar ke platform digital. Namun, masih banyak masalah yang perlu diatasi, seperti pemerataan pemanfaatan teknologi di antara negara maju dan berkembang, masalah ketidaksiapan infrastruktur, keterbatasan sarana prasarana belajar ku-institute.id yang berbasis teknologi digital, dan isu literasi di sektor pendidikan yang perlu dipercepat.

Kantong Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) sebagai penyelenggara Presidensi B20 Indonesia menggelar forum diskusi virtual terkait masa depan pendidikan dan pekerjaan di era digitalisasi. Forum diskusi ini bertujuan memberikan sumbangan pemikiran bagaimana membangun peta jalan dunia pendidikan dan pekerjaan di era transisi digital. Diskusi virtual ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dari berbagai institusi dan organisasi untuk ikut memberikan sumbangan pemikiran.

B20 Indonesia Future of Work and Education Task Force memiliki fokus kerja untuk memberikan rekomendasi kebijakan bagi negara-negara G20. Rekomendasi kebijakan yang diberikan bertujuan untuk mendorong kemampuan lembaga pendidikan dan sektor bisnis dalam berkolaborasi agar mampu beradaptasi dengan metode baru dunia pendidikan berbasis teknologi digital.

Pandemi COVID-19 telah mempercepat perubahan sistem pendidikan global. Namun, masih banyak masalah yang perlu diatasi untuk mendorong pemanfaatan teknologi digital secara merata di seluruh dunia. Dalam hal ini, peran pemerintah dan sektor swasta sangat penting untuk mengatasi masalah ini dan memastikan agar seluruh masyarakat dapat memperoleh manfaat dari kemajuan teknologi di sektor pendidikan dan sosial.

Ketua B20 Future of Work and Education Task Force, Hamdhani D. Salim, menekankan pentingnya teknologi sebagai penggerak ekonomi digital yang memerlukan perhatian khusus terkait dengan permasalahan pendidikan. Pendidikan merupakan pondasi utama dalam menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi era pekerjaan di masa depan. Oleh karena itu, pemerataan akses teknologi digital yang inklusif menjadi isu krusial yang harus diperhatikan oleh Presidensi B20 Indonesia. Hamdhani menambahkan bahwa saat ini tantangan terbesar adalah ketimpangan infrastruktur digital antara negara maju dan berkembang, termasuk masalah pembiayaan, kesiapan perusahaan, literasi digital, dan akses pendidikan.

Hamdhani juga menyoroti bahwa pandemi dan perubahan iklim mendorong digitalisasi semakin cepat bergulir sehingga mengarahkan dunia kerja untuk mampu dan siap menerapkan teknologi. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus secara cepat beradaptasi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni dalam menghadapi pola dan dunia kerja masa depan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melalui penciptaan pekerjaan dan pendidikan berkelanjutan dengan membangun sistem terintegrasi yang mampu menciptakan wirausahawan, meningkatkan kapasitas UMKM, dan meningkatkan kualitas sistem pendidikan, terutama bidang vokasi dan pelatihan berbasis keahlian seperti pembelajaran digital untuk era pasca pandemi.

Baca juga: Pengebom Ikan Nixon Watem Guru Pendidikan Lingkungan Hidup

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang HI, Bernandino Vega Jr., juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki bonus demografi angkatan muda dan harus mampu mengoptimalkan potensi tersebut. Kita perlu mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam memanfaatkan teknologi di dunia pendidikan agar dapat sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis dan industri masa depan. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94% total populasi. Sedangkan generasi milenial di Indonesia mencapai 69,38 juta jiwa atau 25,87% dari total populasi. Oleh karena itu, teknologi digital perlu dipelajari dan dimanfaatkan secara optimal oleh semua generasi, terutama generasi muda, karena tidak hanya mengubah lanskap dunia pendidikan dan pola pekerjaan, tetapi juga ekonomi secara global.

Transformasi digital juga dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang untuk mempercepat pembangunan ekonomi yang inklusif. Oleh karena itu, pemerintah harus memperhatikan pendidikan dan aspek sosial dalam menghadapi era digital ini agar dapat memanfaatkan peluang yang ada dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bersaing di dunia kerja masa depan.

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi

Pendidikan Humanis Memahami Coret Keluh Siswa Pasca-Pandemi – Sebagai guru, kita memiliki tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian dan pembentukan karakter siswa. Namun, terkadang tugas yang diberikan terlalu berat dan menyulitkan siswa, bahkan sampai membuat beberapa siswa jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya. Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan humanis bisa menjadi solusi yang tepat. Seperti yang dijelaskan oleh Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011), pendidikan humanis ku-institute.id bertujuan untuk memanusiakan manusia dan menjadikan manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.

Dalam pendidikan humanis, guru tidak hanya memberikan tugas, tetapi juga berusaha untuk memahami keresahan siswa. Melalui coretan atau ekspresi lainnya, siswa bisa mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Dengan memahami keresahan siswa, guru bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif untuk siswa.

Pendidikan sosial juga menjadi hal yang penting dalam pendidikan humanis. Pendidikan sosial bertujuan untuk mengembangkan kemampuan sosial siswa, seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan memahami perbedaan. Dalam lingkungan belajar yang kondusif, siswa bisa belajar lebih baik dan berkembang secara sosial.

Dalam kesimpulannya, pendidikan humanis dan sosial bisa membantu guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memanusiakan manusia. Sebagai guru, kita harus memahami keresahan siswa dan mengembangkan kemampuan sosial siswa. Dengan demikian, siswa bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Misi pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian siswa yang berkarakter merupakan fokus utama bagi sekolah. Namun, di tengah pandemi COVID-19, siswa diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya yang berbeda dari sebelumnya. Fenomena menarik pun muncul di mana siswa mengekspresikan keresahan mereka melalui coretan-coretan yang terlihat di dinding atau buku catatan mereka.

Sebagai sosialita digital, siswa terbiasa dengan banyak referensi konten dan kata-kata dari media sosial yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka dalam mengekspresikan perasaan mereka. Namun, di dalam coretan-coretan tersebut, terdapat sebuah pesan yang sangat penting untuk disimak oleh para guru dan tenaga pendidik.

Beberapa siswa mengeluhkan sulitnya menyesuaikan diri dengan pola kebiasaan baru di sekolah setelah berbulan-bulan melakukan pembelajaran daring (online) di rumah. Namun, ada juga siswa yang memperlihatkan masalah serius yang mereka hadapi, seperti beban tugas sekolah yang membuat mereka merasa terbebani.

Dalam konteks ini, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya dan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Tenaga pendidik harus memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan agar siswa dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sebagai tenaga pendidik, penting bagi kita untuk memahami perasaan siswa dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi solusi bagi siswa dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan hidup mereka.

Penting untuk memperhatikan catatan tentang tugas sekolah. Salah satu tulisan yang bernada sarkas dengan humor, “abot uripmu, luwih abot tugasku (berat hidupmu, lebih berat tugasku)” mengandung perasaan yang dalam. Sebagai guru, memang ada kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan tugas sebagai bentuk penilaian sekaligus penanaman nilai. Namun, tugas yang diberikan terkadang terlalu membebani dan menyulitkan siswa, bahkan ada beberapa siswa yang jatuh sakit karena beban pikiran yang ditanggungnya.

Banyaknya tugas dengan batas waktu pengumpulan yang tumpang tindih dapat membuat siswa merasa kewalahan. Pendidikan humanis dapat memainkan peran penting dalam hal ini. Emilda Sulasmi, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, menerbitkan buku berjudul Pendidikan Humanis dalam Pengelolaan Pendidikan di Indonesia (2011). Dalam bukunya, Sulasmi menyatakan bahwa “pendidikan humanis ingin menjadikannya manusia yang merdeka, bebas, dan saling menghargai dengan menjunjung tinggi martabatnya oleh manusia lain.” Oleh karena itu, pendidikan humanis bertujuan untuk memanusiakan manusia.

Melalui coretan, siswa berupaya mengekspresikan keresahan dan keluh kesahnya. Dalam pendidikan humanis, sebagai pendidik sejati, sudah sewajarnya untuk berupaya mendengar dan memahami keresahan siswa. Oleh karena itu, pendidikan sosial sangat penting dalam pendidikan humanis. Sebagai pendidik, kita harus memahami bahwa siswa bukan hanya sekadar objek pembelajaran, tetapi juga manusia yang memiliki keunikan dan kebutuhan sosial yang harus dipenuhi. Dengan memperhatikan kebutuhan sosial siswa, pendidikan humanis dapat membantu siswa merasa lebih terhubung dengan lingkungannya dan memperkuat rasa empati dan saling menghargai antarmanusia.

Baca juga: Sekolah Istana Enderun Mektebi Tersohor Sepanjang Kekaisaran Ottoman

Sebagai pendidik, guru harus selalu mengutamakan aspek humanis dalam pendidikan agar dapat menjadi pejuang kemanusiaan. Namun demikian, guru juga harus tetap mengarahkan siswa pada norma-norma kebajikan. Untuk itu, diperlukan upaya dalam penanaman nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian dan karakter yang kuat pada diri siswa.

Melalui kebijaksanaan guru, siswa dapat mencapai citanya. Dalam hal ini, guru harus dekat dengan siswa dan mendengarkan kebutuhan pembelajaran mereka. Dengan cara ini, guru dapat mengupayakan pendidikan yang dinamis dan humanis. Dalam konteks yang sama, pendidikan sosial juga harus diperhatikan oleh guru.

Dalam masa pandemi, siswa mengalami penurunan motivasi dan semangat belajar. Namun, dengan pendekatan yang tepat dari guru, sekolah dapat mengembalikan motivasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memberikan pendidikan yang berkualitas dan bermanfaat bagi siswa.